DPR Fokuskan APBN 2012 untuk Pengentasan Kemiskinan

14-09-2011 / KOMISI XI

 

DPR akan memfokuskan pembahasan asumsi Makro APBN 2012 kepada sektor pengentasan kemiskinan dan pembukaan lapangan pekerjaan.  Pendapat tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI dari PKS Kemal Azis Stamboel kepada Parle, Rabu, (14/8). 
 
“Ya, kita berharap hari ini bisa dituntaskan pembahasan. Saya kira sebagian besar konsern dari anggota adalah bagaimana pertumbuhan bisa ditingkatkan termasuk kualitasnya serta inflasi dapat dikendalikan agar tetap rendah. Selebihnya kita juga konsern terkait dengan pengaruh APBN terhadap pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Sehingga untuk itu, kita minta pemerintah bisa meningkatkan tax ratio sampai 13 persen dan alokasi infrastruktur yang diperbesar,"jelasnya di Gedung DPR, hari Selasa, (14/9).
 
Peningkatan penerimaan pajak, sebaiknya mengoptimalkan Wajib Pajak Pribadi yang kaya dan memang memiliki multiple income, yang belum sepenuhnya patuh. Usaha kecil harus mendapat diskresi agar tidak dipajaki dulu.
 
Sebagaimana diketahui, Selasa (13/9) kemarin anggota komisi telah menyampaikan pandangan dan mengajukan pertanyaan dalam Raker bersama Menkeu, Gubernur BI, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Kepala BPS. Raker akan memutuskan asumsi pertumbuhan, inflasi, suku bunga SPN dan nilai tukar.
 
Terkait raker asumsi makro tersebut, Kemal menyampaikan beberapa pandangannya terkait asumsi pertumbuhan, inflasi, suku bunga SPN dan nilai tukar. “Terkait pertumbuhan ekonomi kami memandang bahwa target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 6,7 persen adalah target yang realistis di tengah ketidakpastian global. Namun pemerintah masih memiliki ruang domestik yang cukup luas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah 7,0 persen. Apalagi realisasi pertumbuhan 2 tahun terakhir, 2009 dan 2010 selalu terjadi deviasi keatas sebesar 0,2-0,3 persen. Jadi kita harusnya lebih progresif mengoptimalkan sumber daya kita. Termasuk menyelesaikan masalah yang berulang terkait penyerapan yang bermasalah,” tandasnya.
 
Terkait asumsi inflasi 5,3 persen, Anggota DPR dari Fraksi PKS ini memandang bahwa laju inflasi ini masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara-negara sekawasan. Ancaman terbesar inflasi kedepan bersumber dari tekanan harga pada volatile food terutama beras serta kebutuhan pokok lainnya. 
 
“Melonjaknya harga bahan pokok yang juga dikontibusi oleh perubahan cuaca ekstrem sebagaimana terlihat pada tahun 2010 dan 2011 harus menjadi peringatan yang serius. Kenaikan harga pangan yang tinggi memberi pukulan yang signifikan bagi rakyat yang miskin karena pangan mendominasi pengeluaran mereka. Kenaikan garis kemiskinan sebesar 10,39% dari Rp 211.726 menjadi Rp 233.740 per kapita per bulan selama Maret 2010-Maret 2011 adalah bukti beban yang harus mereka tanggung. Dengan kondisi ini kalaupun kemudian ada kenaikan pendapatan tahunan sebesar 10%, karena inflasi yang relatif tinggi, maka sebagian rakyat masih akan tetap miskin,” ujarnya. 
 
Kemal memandang, dalam rangka megendalikan inflasi secara lebih kuat, pemerintah perlu mengambil beberapa kebijakan jangka pendek, seperti: (1) memperbaiki manajemen stok dan distribusi pangan nasional dalam rangka stabilitas harga pangan; (2) pemerintah perlu memperbaiki harga pembelian di tingkat petani agar penyerapan stok Bulog optimal; (3) menindak aksi penimbunan dan spekulasi kebutuhan pokok terutama beras secara tegas; dan (4) memperkuat program raskin dengan cara meningkatkan cakupan dan besaran beras yang diberikan kepada keluarga miskin, serta menurunkan biaya operasional program oleh Bulog yang cenderung mahal dan belum efisien. 
 
“Selain itu untuk jangka menengah, karena inflasi di Indonesia bersifat kronis akibat masih kurangnya infrastruktur dan kapasitas supply, maka dibutuhkan pembangunan infrastruktur yang masif, peningkatan kapasitas supply produk nasional dan peningkatan produksi beras dan volatile food lainnya,”paparnya.
 
Terkait asumsi suku bunga SPN 3 bulan sebesar 6,5 persen, Kemal menilai Yield SPN seharusnya masih dapat ditekan lebih rendah karena persepsi investor yang semakin baik terhadap Indonesia dan limpahan capital inflow yang cukup besar. “Kebijakan suku bunga tinggi untuk menarik dana masuk dan membiayai neraca pembayaran harus dihentikan. Selain karena beresiko tinggi juga menghabiskan banyak sumber daya domestik untuk pihak asing. Kebijakan ini diharapkan juga akan sedikit berkontribusi menjaga perekonomian dari aliran hot money yang terlalu berlebihan dan menyimpan potensi sudden reversal. Dominasi asing yang sangat besar, 60 persen di pasar saham, 35 persen di SBN dan 70 triliun di SBI sudah sangat besar dan tidak sehat,” tegasnya.
 
Selain itu, Kemal juga meminta agar pemerintah dan BI fokus untuk menekan suku bunga kredit, mengingat spread suku bunga perbankan nasional yang terlalu besar saat ini, dan menjadi yang tertinggi di kawasan. “Rezim suku bunga tinggi juga telah menghambat dinamika sektor riil, menurunkan daya saing dan melemahkan pertumbuhan ekonomi nasional,”tambahnya. 
 
Terkait asumsi nilai tukar Rupiah Rp 8.800 per dollar AS, Kemal memandang bahwa nilai tukar Rupiah harus dijaga dari volatilitas yang terlalu ekstrem dan penguatan yang terlalu berlebihan khususnya terkait kecenderungan deindustrialisasi. 
 
“Kami memandang bahwa asumsi tersebut cukup realistis untuk menjaga daya saing industri domestik. Namun pemerintah dan BI harus bekerja keras untuk mencapai hal tersebut mengingat kecenderungan penguatan Rupiah. Kami meminta BI untuk fokus dan secara ketat menjaga stabilitas nilai tukar dalam rangka menjaga daya saing dan stabilitas perekonomian nasional. Rencana mewajibkan hasil devisa dari ekspor dan utang luar negeri masuk dalam sistem keuangan dalam negeri saya kira bagus,”jelasnya. (si)
BERITA TERKAIT
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...
Komisi XI Minta BI Lakukan Sosialisasi Masif Penggunaan ID Payment
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Batam-Komisi XI DPR RI menyoroti isu Payment ID yang belakangan menuai polemik di tengah masyarakat. Polemik tersebut terjadi lantaran...
PPATK Jangan Asal Blokir Rekening Masyarakat
13-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Pemblokiran puluhan juta rekening oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) menimbulkan polemik. Diberitakan di berbagai...